Wednesday, October 30, 2013

SUPAYA UNTUNG, SELURUH HIDUP INI IBADAH

Oleh: Muhammad Plato

Pembodohan umat ini sudah terjadi 1500 tahun lebih. Pembodohan itu dimulai saat doktrin agama dianggap tidak mampu lagi membuktikan kebenarannya secara ilmiah. Untuk mencari jalan damai diluncurkanlah sebuah pola berpikir parsial (sekuler) yang memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan. Dengan pola pikir sekuler, agama dan ilmu berjalan berdampingan tanpa bersinggungan.

Akibat pola pikir sekuler, dibelahan Barat, Tuhan di bunuh oleh para ilmuwan. Tuhan diabaikan dan merana di atas langit, bahkan dilecehkan sebagai ilusi, mistis, dan mitos. Di dunia Timur, Tuhan tetap hidup tapi hanya di rumah-rumah ibadah. Rumah-rumah ibadah dibangun dengan megah, tapi pikiran dan hati mereka tidak pernah menjadi rumah bagi Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, Tuhan dianggap tidak mengerti apa-apa dan dilarang ikut campur.

Baik Barat maupun Timur sedang tidak sehat, dua-duanya sedang demam tinggi dan penyakit gila menyebar di mana-mana. Sangat tidak masuk akal, ada orang di pagi hari berdoa dan berjanji pada Tuhan tidak akan berbuat dusta, tetapi ketika masuk dunia nyata semua pekerjaannya dipenuhi dengan dusta.

Media informasi adalah alat pendusta, memutarbalikkan fakta dengan membuat opini. Kendali kekuasaan ada di para pemilik modal dan media. Jika para pemilik modal dan media taat pada Tuhan, dia akan jadi Musa (pembawa kebaikan), tetapi jika pemilik modal dan media termasuk kelompok yang membunuh Tuhan, dia akan jadi Fir’aun (pendusta) abad 21.

Semua ini biang keroknya adalah pola pikir sekuler. Alam dunia dan akhirat yang seharusnya menjadi sebuah kesinambungan kehidupan manusia menjadi terputus. Alam akhirat yang seharusnya menjadi akibat kehidupan setelah dunia, kini menjadi kampung sepi penghuni.

Sudahlah, kita akhiri pemikiran bodoh itu. Mau sampai kapan, dibohongi dengan pola-pola pikir yang membuat kerdil dan picik itu. Selama ini kita telah under estimate kepada Tuhan, karena mengaggap wahyu Tuhan tidak mengandung kebenaran ilmiah. Kita juga telah disesatkan bahwa selamanya Tuhan harus tetap misterius, padahal Tuhan punya sisi-sisi logis dan bisa dicerna dengan akal sehat.

Saya berpikir, siapapun orangnya yang menghalang-halangi umat manusia untuk berpikir (berlogika), menggunakan otaknya untuk memahami ayat-ayat Tuhan, dia telah melarang sesuatu yang telah diperintahkan oleh Tuhan. Jangan-jangan orang-orang yang melarang memikirkan ayat-ayat Tuhan adalah orang yang tidak dirahmati Tuhan, karena melarang yang sudah sangat jelas dan berulang-ulang diperintahkan oleh Tuhan.

Kesalahan fatal yang diakibatkan oleh pola pikir sekuler adalah terjadi pemisahan antara kegiatan ibadah dan bukan ibadah. Kegiatan ibadah direduksi menjadi ritual-ritual keagamaan tanpa ada kaitan dengan kehidupan sehari-hari. Peribadatan dibatasi oleh waktu-waktu tertentu saja, 5-10 menit di pagi, siang, sore, dan malam hari. Setelah itu seluruh aktivitasnya dianggap bukan kegiatan ibadah.

Padahal grand theory nya, seluruh aktivitas manusia harus menjadi bentuk peribadatan (penyembahan) kepada Tuhan. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Add dzariyaat:56). Kegiatan ritual (sholat), dan kehidupan sehari-hari harus jadi satu kesatuan yang bernilai ibadah. Ritual dan kehidupan sehari-hari bukan hal yang terputus dari kehidupan sehari-hari tapi harus  berhubungan sebagai sebuah sistem.

Dalam kehidupan sehari-hari ibadah ritual, diumpamakan sebagai kegiatan isi bensin, atau recharge energi agar seluruh aktivitas hidup bisa terus berjalan di jalur yang benar, dan tidak merugikan orang lain. Secara psikologis, ibadah ritual adalah sebuah upaya membangun harapan (motivasi), agar kehidupan berjalan lurus dalam kebaikan.     

Ibadah yang ditentukan waktu-waktunya hanya standar minimal, pengingat agar manusia tidak larut dalam kehidupan dunia yang fana. Tuhan berfirman, manusia yang paling beruntung adalah mereka yang dalam kehidupan sehari-harinya banyak mengingat Tuhan. “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Al Jumu’ah:10).

Atas dasar itu, keberuntungan hidup di muka bumi ini, tidak mungkin kita dapat kecuali dengan menjadikan seluruh aktivitas hidup sebagai ibadah, agar kita bisa mengingat Tuhan lebih banyak. Kecenderungannya, orang-orang yang selalu ingat Tuhan lebih banyak, prilakunya akan membaik seiring dengan kebaikan rezekinya di dunia dan akhirat.

Memisah-misah kehidupan dunia-akhirat, agama-ilmu sudah bukan zamannya lagi. Dunia sudah berubah, dan Tuhan sudah kembali mengukuhkan di atas segala kekuasaan bahwa diri-Nya-lah Yang Maha Kuasa. Semoga kalian dapat keuntungan besar.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan.

Tuesday, October 29, 2013

MAU TAHU PEMBENTUK PRIBADI PENYEJAHTERA?



Kata Hertati, dkk. (2012) Kepribadian seseorang secara umum dipengaruhi oleh tiga unsur. Pertama adalah pengetahuan. Untuk itu saya berani ambil kesimpulan umum, semakin sedikit pengetahuan semakin buruk kepribadian seseorang. Tidak percaya? Silahkan saja buktikan. Secara umum orang-orang yang punya kebiasaan membaca (banyak pengetahuan), akan memancarkan pribadi-pribadi anggun.

Ini adalah contoh pribadi-pribadi anggun penyejahtera yang dibentuk oleh pengetahuan. Orang-orang yang tahunya hanya 1-1=0, pengetahuan ini akan membentuk pribadi-pribadi kikir. Sebaliknya orang-orang yang tahu dari Tuhan bahwa 1-1=700, pengetahuan ini akan membentuk pribadi-pribadi penyejahtera (dermawan).

Unsur kedua pembentuk kepribadian adalah perasaan. Perasaan dibentuk oleh pengetahuan yang dinilai secara subjektif. Setiap pengetahuan akan dinilai, dan dari hasil penilaian akan muncul baik dan buruk. Penilaian baik akan menghasilkan perasaan senang, dan penilaian buruk akan menghasilkan ketidaksenangan.

Bagi yang pengetahuannya 1-1=0, memberi, membantu, menyejahterakan orang dinilai suatu hal buruk, karena akan mengurangi sesuatu yang sudah dimiliki. Sebaliknya bagi yang mengetahui dari Tuhan 1-1=700, memberi, membantu, menyejahterakan, orang lain dinilai suatu hal yang baik, karena akan menambah sesuatu yang telah dimilikinya. Mereka yang banyak tahu dari Tuhan dan membutkikan bahwa 1-1=700, akan merasa senang jika sudah menyejahterakan orang lain.

Unsur ketiga pembentuk kepribadian adalah naluri. Setiap manusia dilahirkan dengan berbagai macam naluri. Para ahli psikologi menjelaskan naluri adalah dorongan (drive) untuk melakukan sesuatu yang secara umum telah dimiliki manusia. Naluri ini terkandung dalam gen (aliran darah/keturunan).

Salah satu naluri yang terkandung dalam gen manusia adalah naluri untuk memeperbanyak harta kekayaan (gold) demi kekuasaan (glory). Naluri pada dasarnya bersifat netral. Tindakan yang bersumber dari naluri akan terlihat baik dan buruk, setelah dipraktekkan. Baik dan buruknya tindakan naluriah seseorang bergantung pada pengetahuan orang tersebut.

Jika tahunya 1-1=0, adalah cara bertindak naluriah dalam mencari kekayaan, maka tindakan naluriahnya akan cenderung buruk karena kekayaannya akan diperbanyak dengan cara-cara merugikan orang lain (memperkecil pengeluaran) dengan cara eksploitasi, penjajahan, dan korupsi.  Sebaliknya jika tahu dari Tuhan bahwa 1-1=700, naluriah memperbanyak kekayaannya akan dilakukan dengan cara memperbanyak pengeluaran di jalan Tuhan, membantu, menolong, membebaskan penderitaan orang lain.

Sekalipun setiap orang punya banyak naluri, harus ada satu naluri yang dominan menjadi ciri khas seseorang. Naluri dominan ini dipengaruhi oleh gen (ketuturunan/herediter), yang pembentukannya terjadi sejak dalam kandungan.

Untuk itu para peneliti gen berkesimpulan bahwa kepribadian pelit (kikir) dipengaruhi oleh gen. Jika pembentukan gen terjadi saat dalam kandungan, saya memutlakkan bahwa ibu-ibu yang hamil wajib memiliki banyak pengetahuan tentang cara-cara pembentukan kepribadian.

Kembali kepada pengetahuan, ibu-ibu hamil yang tahunya bahwa 1-1=0, akan sangat mungkin berpotensi melahirkan keturunan-keturunan pelit, eksploitatif, dan koruptif.  Sebaliknya bagi ibu-ibu yang tahu dari Tuhan bahwa 1-1=700, akan sangat mungkin melahirkan keturunan dengan pribadi penyejahtera.

Fir’aun, Hitler, lahir dari perut seorang Ibu, demikian juga Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw penutup para Nabi, lahir dari perut seorang Ibu. Maka dari itu, kaum yang harus paling banyak pengetahuannya adalah para Ibu (kaum perempuan), karena dari perut mereka akan lahir benih pribadi-pribadi penyejahtera.  Untuk itulah diberitahukan oleh Tuhan kepada kaum laki-laki untuk memuliakan kaum perempuan tiga kali lipat dari kaum laki-laki.

Pada akhirnya, dari ketiga unsur pembentukan kepribadian, hal yang paling dominan berpengaruh terhadap kepribadian seseorang adalah pengetahuan. Untuk itulah sangat-sangat logis, jika Tuhan menurunkan wahyu pertamanya kepada Rasulullullah saw dengan kata bacalah (Iqra). Sangat logis juga jika ada kata-kata ambisius mengatakan knowledge is power.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan. 

Sunday, October 20, 2013

LOGIKA TUHAN KUNCI BANGUN RUMAH TANGGA SEJAHTERA (2)


Dalam tulisan saya waktu lalu, sudah dijelaskan bahwa kunci pertama dalam membina rumah tangga sejahtera adalah laki-laki mutlak menjadi pemimpin (pengambil keputusan) dalam keluarga. Semua harus hormat tunduk dan patuh. Kepatuhan istri (perempuan) pada suami (laki-laki) bukan karena laki-lakinya tetapi karena hormat pada ketentuan Tuhan.

Dalam rumah tangga, selain ada istri yang tidak hormat pada suami, ada juga yang kurang akur dengan orang tua (baik dari pihak suami atau istri). Mendengar dari obrolan teman-teman, rata-rata keluarganya dibina dengan petentangan antara istri dengan mertua atau suami dengan mertua. Bahkan ada juga suami dan istri bersekongkol berseberangan dengan orang tuanya sendiri. Suami istri kompak dalam keburukan. Hehehe...

Biasanya yang diributkan adalah masalah manajemen keluarga. Ada yang beralasan orang tuanya terlalu ikut campur urusan keluarga, atau orang tuanya masih menggantungkan ekonomi kepada keluarganya. Maaf-maaf ya, pernah denger sih ada mantu yang bersyukur ketika dengar mertuanya meninggal. Astagfirullah....

Sekarang akan saya jelaskan kunci kedua yang berkaitan erat dengan kunci pertama. Di dalam rumah tangga (istri atau suami) sekalipun sudah menjadi keluarga otonom, statusnya sebagai anak masih tetap berlaku dan masih berkewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tua. Baik orang tua pihak laki-laki maupun orang tua pihak perempuan.  Karena ketentuannya dalam hadis Nabi Muhammad saw dijelaskan bahwa mertua termasuk orang tua (baik dari suami maupun istri).

iNI KETENTUAN yang harus diperhatikan setelah kita berumah tangga adalah; “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Al Israa:23)

Ketentuan yang dicetak tebal MERAH di atas, berlaku selama manusia merasa hidup dan dilahirkan dari rahim seorang ibu, kecuali mereka yang terlahir dari batu atau tumbuhan. Ketentuan ini tidak batal sekalipun seorang anak perempuan atau laki-laki sudah menikah. Ketentuan ini juga berlaku sekalipun orang tua kita sudah meninggal. Ketentuan ini juga berlaku sekalipun kita sudah menjadi tua renta. Pikirkan...

Persepsi yang sering terjadi, ketika anak (laki-laki atau perempuan) sudah menikah, ada anggapan bahwa kewajiban anak berbuat baik kepada ibu bapak sudah terlepas. Secara otomatis persepsi ini melahirkan pembangkangan seorang anak kepada orang tua, dan jelas itu bertentangan dengan kehendak Tuhan (Khususnya, Al-Israa:23). Jika rumah tangga dibina dengan penentangan terhadap ketentuan Tuhan, dijamin akan jauh dari kondisi harmonis dan sejahtera.

Lebih parah lagi, ada keluarga yang menjadikan orang tua sebagai kambing hitam atau penyebab kegagalan dalam membina rumah tangga. Astagfirullah...manusia macam apa itu? Sungguh sebuah fitnah besar (dosa besar) dimana orang tua dideskreditkan sebagai biang kerok kegagalan rumah tangga, padahal seharusnya orang tua dijadikan sebagai penyebab kelancaran ekonomi keluarga. Mesti ingat bahwa kedudukan orang tua sangat spesial dihadapan Tuhan, jadi sebagai anak sekalipun sudah menikah, harus berhati-hati memperlakukan orang tua. Ini prilaku dasar lo, tidak bisa tidak. Kalau tidak percaya ya silahkan saja buktikan, rumah tangga Anda pasti tidak akan tentram (awet rajet kaya orang Sunda mah).  Kondisi parahnya hancur berkeping-keping (perceraian). Ampunn...ya Allah...

Bagaimana strateginya, agar keluarga (suami/istri) bisa tetap berbakti kepada kedua orang tua. Peran sentralnya ada di pemimpin keluarga (laki-laki). 

Strukturnya begini, dalam keluarga, kunci pertama (sudah saya jelaskan) keharmonisan dan kesejahteraan ada di ketaatan anggota keluarga (terutama istri) kepada pemimpin (suami). Umumnya, semua anggota keluarga harus hormat dan patuh pada ketentuan pemimpin keluarga.

Selanjutnya pemimpin keluarga harus berperan memobilisasi  seluruh anggota keluarga (terutama istri), untuk taat kepada aturan Allah bahwa sebagai anak-anak yang lahir dari orang tua harus berbakti kepada kedua orang tua (baik orang tua dari pihak istri maupun suami). Seorang pemimpin harus paling pertama sadar dan menyadarkan istri, beserta anak-anak,  bahwa berbakti kepada orang tua bukan atas dasar mereka telah berjasa membesarkan anak-anaknya, atau balas jasa kepada kedua orang tua, tetapi sebagai bentuk ketaatan seluruh anggota keluarga kepada ketentuan Tuhan.

Seorang istri sekalipun memiliki kewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tua yang melahirkannya, dalam tindakannya harus sepengetahuan pemimpin. Bagi pemimpin yang menganjurkan seluruh anggota keluarga berbakti kepada kedua orang tua, tentu tidak akan jadi halangan jika seorang istri ingin berbakti kepada kedua orang tuanya termasuk mertua karena itu kewajiban. Hirarki seperti ini, tidak bermaksud merendahkan posisi perempuan tetapi sebagai bentuk tatanan keteraturan yang harus diciptakan dalam sebuah kelompok bernama keluarga.

Rumah tangga yang berujung bangkrut (cerai), sering diawali dari lemahnya kepemimpinan (suami) dalam menyadarkan seluruh anggota keluarga untuk berbakti kepada kedua orang tua. Lemahnya kepemimpinan (suami) melahirkan kepemimpinan (istri), sayangnya kepemimpinan istri sering tidak berlandaskan pada penegakkan hukum yang sudah ditetapkan Tuhan, tetapi mengambil kesimpulan sendiri (membalikkan hukum Tuhan), yaitu memposisikan diri sebagai pemimpin dengan merendahkan posisi suami.  Akhirnya kepemimpinan istri menjadi bentuk pembangkangan terhadap suami, sekaligus terhadap ketentuan Tuhan.

Dominasi istri dalam keluarga adalah hal unik dan tidak bermasalah, jika dalam dominasinya, istri tetap memposisikan diri sebagai orang yang tetap hormat pada suami, dan memobilisasi seluruh anggota keluarga untuk hormat pada pemimpin keluarga dan berbakti kepada kedua orang tua. Dalam dominasinya perempuan hadir bukan untuk merendahkan suami tetapi untuk mendorong seluruh anggota keluarga  agar selalu taat pada ketentuan Tuhan. Sebaliknya, dominasi istri harus bertujuan mendorong suami tetap jadi pemimpin dan menjadi teladan seluruh anggota keluarga untuk berbakti kepada kedua orang tua.

Jika dua kunci sukses membina rumah tangga sejahtera terus dipertahankan, maka urusan kesejahteraan keluarga bukan lagi urusan hubungan antar manusia, tetapi menjadi urusan Tuhan. Keluarga-keluarga yang berusaha menegakkan aturan-aturan  Tuhan akan dijaga dari kehancuran. Apakah Anda yakin pada kekuasaan Tuhan?  Tuhanlah yang mensejahterakan, dan menyempitkan rejeki dalam keluarga. Silahkan buktikan dengan nalar dan bacalah pengalaman-pengalaman orang terdahulu. Kami sudah merasakan kesejahteraan itu datangnya dari Tuhan.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan

Wednesday, October 16, 2013

LOGIKA TUHAN KUNCI BANGUN RUMAH TANGGA SEJAHTERA (1)

oleh Muhammad Plato

Setelah bertahun-tahun membina rumah tangga, akhirnya bubar juga. Itulah yang sering dihadapi kisah anak-anak Adam dalam membangun keluarga sejahtera.

Sekalipun Tuhan sudah memperingatkan bahwa perceraian adalah hal yang dibenci, tapi pilihan ini sering dipilih. Mengapa Tuhan benci perceraian, karena perceraian bukan hanya berdampak pada perpecahan dalam hubungan kekelurgaan. Perpecahan hubungan antara individu dengan individu (suami-istri), hubungan individu dengan kelompok (suami atau istri dengan keluarga besar), dan hubungan individu dengan orang tua (anak dengan ayah atau ibu). Itulah yang ditakutkan dari sebuah perceraian.
Setelah perceraian terjadi dan dibenci Tuhan, tidak sedikit berlanjut pada putusnya silaturahmi dalam hubungan kekeluargaan. Terputusnya silaturahmi menjadi pelanggaran terhadap ketentuan Tuhan bahwa;

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An Nisaa:1)
Membina rumah tangga seperti membangun sebuah perusahaan. Dibutuhkan pemimpin, manajer, dan aturan-aturan baku agar perusahaan berkembang menjadi besar dan mensejahterakan. Sebelum membangun perusahaan dibutuhkan pengetahuan (ilmu), dan perencanaan, demikian juga dalam membangun rumah tangga.

Ini kunci atau ketentuan baku yang harus dipahami sebelum bersepakat untuk membangun rumah tangga. Ketentuan ini tidak akan mengalami perubahan karena sudah jadi ketetapan Tuhan. Ketentuan mendasar pertama adalah “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (An Nisaa:34)
Banyak tafsir tentang ketetentuan ini. Tapi pahamilah dulu, dalam setiap kelompok sekecil keluarga pemimpin harus ada. Ketentuan ini berlaku dalam kajian ilmu sosiologi, yang menjelaskan bahwa keberadaan pemimpin dalam sebuah kelompok mutlak harus ada. Dalam hadis Nabi saw, dan pepatah Cina, persis mengemukakan keharusan adanya seorang  pemimpin jika seorang manusia bepergian lebih dari satu orang.

Kemutlakan adanya pemimpin dalam sebuah kelompok dapat kita pahami dari fungsi seorang pemimpin sebagai pengambil keputusan. Bisa dibayangkan jika dalam sebuah kelompok tanpa pemimpin, sudah pasti akan terjadi kekacauan. Setiap orang akan mengambil keputusan masing-masing. Jika hal ini terjadi visi, misi, tujuan dalam sebuah kelompok sudah barang tentu tidak bisa disatukan. Akhirnya kehidupan kelompok akan jauh dari tujuan, dan bisa berakhir dalam perpecahan.

Untuk itulah dalam kehidupan keluarga, Tuhan menentukan laki-laki adalah pemimpin (pengambil keputusan). Seorang istri (perempuan), harus menaruh rasa hormat kepada sang pemimpin. Kepemimpinan laki-laki dalam keluarga tidak diukur dari besar penghasilan, jabatan, jenis pekerjaan atau jumlah kekayaan. Kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga adalah sistem yang sudah ditentukan Tuhan.
Kita harus bersyukur bahwa Tuhan telah menentukan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya jika dalam keluarga tidak ada ketentuan siapa pemimpinnya. Suami, istri dan anak akan berseteru untuk menentukan siapa pemimpinnya. Mungkin akan ada pemilu dan kampanye dalam pemilihan pemimpin di keluarga seperti kampanye pemilihan RT, RW dan Kepala desa. Dengan adanya ketetapan Tuhan, kehidupan keluarga bisa lebih cepat harmonis karena sudah ada kesepakatan tentang kepemimpinan. Struktur ini sudah sedemikian rupa diatur Tuhan dalam keluarga, agar sistem berjalan sebagaimana mestinya.
Hal yang harus dipahami, ketaatan Istri (perempuan) pada suami (laki-laki) sebagai pemimpin, jangan dibaca sebagai ketaatan laki-laki kepada kepemimpinannya laki-laki, tapi harus dibaca sebagai bentuk ketaatan perempuan pada ketentuan Tuhan. Sebagaimana difirmankan Tuhan bahwa wanita shaleh bukanlah yang taat pada suami sebagai pemimpin tetapi taat pada ketentuan Allah bahwa suami sebagai pemimpin yang harus ditaati dan dihormati. Maka pembangkangan kepada kepemimpinan suami bukan pembangkangan biasa tetapi sebagai pelanggaran terhadap ketentuan Tuhan.

Juga, ketaatan perempuan terhadap laki-laki sebagai pemimpin keluarga, tidak bertepuk sebelah tangan. Suami sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab besar, yaitu menjadi pengambil keputusan, bekerja keras banting tulang untuk mencukupi seluruh kebutuhan keluarga, dan memperlakukan perempuan dengan penuh kemuliaan jika didapati perempuan tersebut sudah taat pada ketentuan Tuhan.
Kemutlakkan kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga, bukan merendahkan perempuan, tapi demi tercapainya tujuan dan berjalannya fungsi-fungsi kehidupan keluarga. Keretakan dan perpecahan dalam keluarga, biasanya terjadi jika antara laki-laki dan perempuan saling mendominasi atas ego-ego (pikiran-pikiran rasional) pribadinya, tanpa mengancu pada ketentuan Tuhan.

Jika dalam faktanya, ada perempuan yang mendominasi laki-laki karena itu tanda bahwa kaum perempuan harus banyak belajar, dan membuktikan tentang kebenaran-kebenaran  dibalik logika Tuhan. Dan jika ada laki-laki yang dinilai kurang layak jadi pemimpin, itu tanda laki-laki harus lebih memperdalam ilmu tentang kepemimpinan dari Tuhan.
Sudah barang tentu jika ada ajaran yang ingin menyamakan peran (status) laki-laki dan perempuan perlu diwaspadai. Bukan karena laki-laki ingin tetap menjadi pemimpin dalam kehidupan keluarga, tapi ajaran itu berpotensi menentang pada ketentuan Tuhan. Dan Tuhan sudah mengancam dengan ketentuan bahwa mereka yang hidup dengan cara menentang dari ketentuan Tuhan akan berakhir dengan perpecahan (perceraian), kehancuran. Semoga Tuhan mengampuni kita semua.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan  

IBU RUMAH TANGGA LEBIH CERDAS

Oleh: Muhammad Plato

Tulisan ini sengaja penulis angkat karena tidak banyak orang meyakininya bahwa menjadi ibu tangga membutuhkan multitalenta. Untuk mengeola rumah tangga dibutuhkan orang-orang berilmu setingkat sarjana. Di dalam mengelola rumah tangga dibutuhkan tenaga profesional dengan latar belakang keilmuan yang memadai.

Bidang-bidang ilmu yang dibutuhkan dalam mengelola rumah tangga minimalnya adalah ekonomi, manajemen, matematika, psikologi, pendidikan, sosiologi, dan agama. Sangat salah jika wanita-wanita lulusan sarjana dan kelak setelah menikah tidak bekerja di luar rumah dikatakan ilmunya mubajir karena tidak digunakan. Pendapat itu datang dari kalangan yang tidak memahami pentingnya ilmu dalam pengelolaan rumah tangga.

Residu feminisme telah menutup kebenaran yang sebelumnya telah benar dari Tuhan. Kaum feminis menganggap bahwa mejadi ibu rumah tangga adalah musibah bagi kaum perempuan. Dihembuskan ke seluruh penjuru dunia bahwa menjadi ibu dari seorang anak, kemudian merawatnya di rumah dapat berakibat menurunnya tingkat kecerdasan kaum wanita (mommy braind). Menurut kaum feminis, wanita-wanita yang melahirkan anak dan sibuk dengan kegiatan rumah tangganya mereka menjadi pelupa dan stres.

Kaum feminis berhasil menakut-nakuti kaum wanita dan berhasil menggiring semua wanita untuk bekerja di luar rumah. Sampai-sampai ada wanita yang fobia, takut hamil dan melahirkan anak, karena ada anggapan ketika melahirkan anak sebagian kecerdasannya akan tersedot, dan akibatnya kaum wanita menjadi kehilangan kecerdasan.

Gerakan feminisme sudah masuk ke seluruh dunia. Melalui media televisi, internet, politik, dan dunia pendidikan, gerakan feminisme menyebar dan diakses oleh wanita di seluruh dunia. Feminisme seperti hantu gentayangan yang menakut-nakuti kaum wanita yang masih tinggal di dalam rumah. Dengan isu gender atau pertukaran peran laki-laki dan wanita, kaum wanita di provokasi untuk menuntut haknya dan kalau perlu melakukan pemberontakan.

Benturan budaya terjadi di negara-negara yang memegang teguh nilai-nilai ajaran agama. Gerakan feminisme mendapat penentangan hebat di negara-negara yang berbasis agama. Terutama di negara-negara sekitar Arab, di mana negara menjadi penegak ajaran agama, gerakan feminisme hanya sedikit memengaruhi kaum wanita. Aturan agama masih kuat dipertahankan dengan bantuan dari kebijakan negara.


Lain halnya di negara-negara yang sudah menganut sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan. Negara dijadikan alat untuk menyebarluaskan ajaran feminisme. Di Indonesia gerakan feminisme mendapat sambutan masyarakat. Gerakan feminisme di fasilitasi oleh negara dengan membuat kementerian khusus pemberdayaan perempuan. Di dalam sistem politik pun,  negara mengeluarkan regulasi khusus berupa 30% minimal keterwakilan kaum perempuan di parlemen. Kata minimal 30% berarti tidak ada batasan jika lebih dari 30%. Di dunia kerja pun, sudah mulai keluar kebijakan yang ditunggangi gerakan feminisme, walaupun tidak secara eksplisit dikemukakan dalam brosur penerimaan tenaga kerja, secara lisan mereka meminta just only female yang dapat diterima kerja. Dalam dunia pendidikan pun, isu gender mulai di dorong untuk masuk ke dalam konten kurikulum.

Propaganda gerakan feminisme memang cukup baik karena isunya membela hak-hak perempuan yang menurut mereka tertindas oleh kaum laki-laki karena mereka masih bekerja sebagai ibu rumah tangga di dalam rumah. Lalu kaum feminis mempublikasikan hasil penelitian yang mendeskreditkan kaum wanita yang bekerja di dalam rumah. Penelitian itu sengaja disebarluaskan bahwa wanita yang bekerja di dalam rumah menjadi wanita bodoh dan harus segera ke luar rumah agar tidak bodoh. Sebagian kaum wanita mengamini kebenaran riset ini, kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia tanpa batas melalui globalisasi teknologi informasi.

Namun, dari hasil penelitian terbaru, kini anggapan bekerja di dalam rumah, bahwa menjadi ibu, merawat anak, mengatur keuangan keluarga, dapat mengurangi kecerdasan kaum wanita mulai terbantahkan. Faktanya tidak sedramatis sebagaimana yang dipropagandakan kaum feminis.

Dari hasil penelitian dua orang ahli syaraf, Craig Kinsley, dan Kelly Lambert (1999), mereka telah membandingkan prestasi tikus yang telah dan belum menjadi ibu pada suatu tes belajar dan mengingat. Mereka mendapati bahwa tikus yang sudah menjadi ibu mereka memiliki daya ingat yang lebih baik dari pada tikus yang belum menjadi ibu. Pembelajaran dan ingatan yang dimiliki tikus yang sudah menjadi ibu bertahan cukup lama sampai para tikus tersebut menjadi tua. (Elison Khaterin:2011).

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kaum wanita yang menjadi ibu, merawat anak, mengurus rumah tangga, ternyata lebih cerdas di banding wanita-wanita yang belum menjadi ibu. Penelitian ini membantah bahwa menjadi ibu dapat mengurangi kecerdasan kaum wanita.

Faktanya ibu-ibu yang bekerja di rumah tangga, memiliki tingkat kreativitas luar biasa. Mereka bisa mengerjakan berbagai profesi pekerjaan dalam satu profesi yaitu ibu rumah tangga. Dalam satu profesi, seorang ibu rumah tangga mengerjakan pekerjaan secara bersamaan sebagai seorang pendidik (guru, dosen), peneliti, psikolog, manajer, akuntan, dan agamawan. Multi profesi inilah yang membuat kaum wanita bisa lebih cerdas dengan menjadi seorang ibu rumah tangga.  Wallahu‘alam.

Salam Sukses dengan logika Tuhan.