Saturday, November 21, 2015

BELAJAR BERLOGIKA DARI NABI KHIDR

oleh: Muhammad Plato

Kesalahan berpikir (berlogika) sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kesalahan berlogika terjadi karena membaca akibat kejadian berdasarkan pada apa yang kita lihat. Kesalahan membaca akibat berdasarkan apa yang dilihat, dicontohkan dalam kisah perjalanan Nabi Muda dan Nabi Khidhr.
Berikut adalah kisah kesalahan logika Nabi Musa, karena membaca akibat berdasarkan pengetahuan dari apa yang dilihat yang dilakukan Nabi Khidhr.

KEJADIAN YANG DILIHAT
AKIBAT YANG DIBACA
ALQUR’AN
Nabi Khidhr Melobangi Perahu
Menenggelamkan Penumpangnya
AL KAHFI : 71
Nabi Khidhr Membunuh Anak kecil
Membunuh jiwa bersih, dan melakukan perbuatan munkar
AL KAHFI : 74
Nabi Khidhr Menegakkan dinding yang mau roboh
Seharusnya Meminta Upah dari apa yang dilakukan
AL KAHFI : 77

Cara berlogika yang dilakukan Nabi Musa menggambarkan logika berpikir manusia biasa pada umumnya, manusia yang menggunakan akalnya untuk memahami suatu kejadian berdasarkan dari apa yang dilihat. Apa yang dikemukakan Nabi Musa, sangat masuk akal. Jika Nabi Khidhr melobangi perahu maka tindakannya itu dianggap akan membunuh (menenggelamkan) penumpangnya, dan perbuatan itu termasuk perbuatan yang tidak dapat ditolelir.

Ketika Nabi Khidhr membunuh anak kecil, siapapun yang melihatnya akan melakukan protes keras. Di zaman sekarang Nabi Khidhr akan mendapat protes keras dari para aktivis HAM. Nabi Khidhr akan jadi trendimg topic di twitter sebagai pembunuh berdarah dingin.

Ketika Nabi Khidhr membangunkan sebuah rumah untuk anak yatim, di tengah masyarakat kikir, kapitalis, individualis, seharusnya setiap pekerjaan yang kita lakukan dihitung juga dengan upah yang pantas. Dan hal itu lumrah dilakukan karena Nabi Khidhr telah mengerjakan sesuatu pekerjaan.   

Sekarang kita bandingkan logika berpikir Nabi Khidhr dalam menjelaskan akibat dibalik kejadian yang dilakukannya sendiri.

KEJADIAN YANG DILIHAT
AKIBAT YANG DIBACA
ALQUR’AN
Nabi Khidhr Melobangi Perahu
Menyelamatkan Pemilik Perahu dari raja yang akan merampas setiap perahu
AL KAHFI : 79
Nabi Khidhr Membunuh Anak kecil
Menyelamat orang tua anak itu dari kekafiran dan kesesatan karena anak itu
AL KAHFI : 80
Nabi Khidhr Menegakkan dinding yang mau roboh
Menyelematkan harta anak yatim, karena anak yatim itu akan sampai berusia dewasa
AL KAHFI : 82

Perbedaan antara logika yang digunakan oleh Nabi Musa dan Nabi Khidhr dalam cerita itu adalah Nabi Musa menggunakan logika berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dari sumber pengetahuan yang dilihatnya. Sedangkan Nabi Khidhr sebagai orang berilmu pengetahuan melakukan sesuatu dan membaca akibatnya bukan dari apa yang dilakukannya dan pengetahuan dari apa yang dilihatnya, tapi berdasarkan pengetahuan dari Tuhannya.

Nabi Khidhr berkata, “...dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri”. (Al Kahfi : 82). Maka dari itulah, Nabi Khidhr adalah termasuk orang yang dianugerahi ilmu pengetahuan oleh Tuhan. Dan inilah cara berpikir yang membedakan antara orang berilmu dan tidak berilmu.

Jadi orang-orang berilmu adalah orang-orang yang mampu melihat kebaikan dibalik kejadian-kejadian yang dilihatnya, dan mereka membaca segala kejadian berdasarkan pengetahuan dari Tuhannya. Sumber pengetahuan dari Tuhan yang menginformasikan akibat dari segala kejadian kepada manusia adalah wahyu (kitab suci).

Al-Qur’an adalah kitab suci yang masih dapat diyakini keasliannya, karena turun pada 15 abad yang lalu, dalam masa kenabian Muhammad saw yang masih terekam jelas jejak sejarahnya. Kitab-kitab suci Zabur, Tauret, dan Injil yang sekarang ada, disinyalir sudah banyak bercampur dengan pemikiran-pemikiran manusia, dan diragukan keotentikannya. Mengingat jarak turunnya kitab-kitab tersebut dengan manusia sekarang sudah sangat lama dan jejak rekam sejarah para Nabi yang membawanya sudah tidak utuh lagi terekam dalam sejarah karena terbatasnya sumber-sumber primer dalam penulisan sejarah tersebut. 
 
Kesimpulan selanjutnya, orang-orang berilmu selalu bersabar dalam mengambil kesimpulan. Kesabaran adalah kata kunci dalam memahami suatu kejadian ke kejadian lainnya. Konsep sabar memiliki arti kunci bahwa untuk membaca kebenaran di balik kejadian berdasar pada penglihatan membutuhkan waktu, dan waktu tersebut tidak singkat. Waktu tersebut digunakan untuk melakukan pengamatan atau penelitian. Dalam proses pengamatan atau penelitian inilah seorang yang menginginkan ilmu pengetahuan dari Tuhan harus bersabar.

Sebagaimana kita ketahui, pengamatan-pengamatan dan penelitian-penelitian yang melahirkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia, selalu memakan waktu lama. Penemuan tulisan, api, roda, bola lampu, jika kita lihat rentang waktunya dari manusia terdahulu sampai sekarang,  waktunya sangat lama. 
 
Dari mana kita tahu bahwa untuk membuktikan akibat dari suatu kejadian berdasarkan penglihatan, harus bersabar karena membutuhkan waktu lama? Kita perhatikan saja, untuk membuktikan akibat kebaikan dari kejadian yang dilakukan Nabi Khidhr semuanya membutuhkan kejadian berikutnya. Jarak antara kejadian yang saat itu dilakukan Nabi Khidhr dengan kejadian berikutnya ternyata membutuhkan waktu lama.

Berapa rentang waktu yang dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran dibalik kejadian? Hal ini terekam jelas dalam kejadian “menegakkan dinding yang mau roboh”, yang dilakukan karena anak yatim dalam rumah itu kelak akan hidup sampai dewasa. Jika usia anak belum dewasa sekitar 5 tahun, maka untuk menjadi dewasa sampai usia 18 tahun, ada rentang waktu 13 tahun.

Jadi inilah salah satu, ukuran rentang waktu 13 tahun yang dibutuhkan Nabi Musa saat itu untuk membuktikan sebuah kebenaran dibalik suatu kejadian. Selama rentang 13 tahun pula Nabi Muhammad saw membuktikan kebenaran dari Tuhannya, bahwa ajaran agama yang dibawanya menjadi agama yang berpengaruh di dunia. 
   
Orang-orang berilmu seperti Nabi Khidhr demikian juga Nabi Muhammad saw tidak memerlukan waktu lama untuk mengetahui akibat dari suatu kejadian, karena Nabi Khidhr dan Nabi Muhammad saw mendapatkan pengetahuan langsung (wahyu) dari Tuhan. 

Bagi kita, yang ingin mendapat pengetahuan langsung dari Tuhan, bisa membaca kitab suci Al-Qur’an yang masih diyakini keotentikannya yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan membaca kitab suci Al-Qur’an kita akan dibimbing langsung untuk mengetahui segala kebaikan dibalik segala kejadian. Dan itulah ciri dari ilmuwan yang dilimpahi ilmu pengetahuan dari Tuhan. Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, Penulis Buku Hidup Sukses Dengan Logika Tuhan. Follow @logika_Tuhan).