Sunday, March 27, 2016

INI PENYEBAB SAKIT ANDA TAK TERDEKTEKSI


Keburukan memang datang dari luar diri kita, tetapi penyebabnya ada dalam diri kita sendiri. Santet (keburukan) memang dikirim dari luar diri kita, tetapi kita sendiri yang menyediakan tempatnya. Itulah pola berpikir yang diajarkan oleh Tuhan kepada kita.

Saya masih ingin bahas tentang kasus SAKIT YANG DIDERITA IBU TIANA,  yang menurut beliau akibat santet. Kita coba analisis dialog ibu Tiana dengan Bapaknya. Kisah ini sebelumnya sudah saya bahas pada artikel PRILAKU STANDAR DARI TUHAN.

Kisah ini ada dalam Buku berjudul “Korban Santet Kisah Nyata”, karya Tiana Amarilis Kasih (2010). Buku berisi pengalaman, bagaimana Ibu Tiana berusaha untuk sembuh dari penyakit yang menurut beliau akibat Santet. Dia obati penyakit tersebut dengan berbagai cara medis atau pun non medis.

Menurut analisa saya, inilah penyebab sakit (santet) yang sulit disembuhkan itu. Sebabnya karena sebuah dialog sederhana tetapi mengandung pengingkaran terhadap KEKUASAAN TUHAN yang maha besar. Perhatikan dialog di bawah ini dengan seksama;

“kamu harus bertahan. Jangan mengundurkan diri. Siapa yang akan membuat laporan keuangan ke Bank? Tiana. Apa pergi dari kampung ke Bandung karena dikejar gerombolan DI/TII. Di Bandung tidak ada seorangpun yang Apa (Bapak) kenal, tekad Apa hanya ingin menyelematkan keluarga. Kamu pikir semua ini tercipta seketika? Apa membangunnya sedikit demi sedikit. Cobaan selalu ada, tetapi apa selalu bertahan, BEKERJA DAN BERDOALAH ALLAH AKAN MEMBERI JALAN”.

Kata-kata cetak tebal adalah bukti bahwa orang tua ibu Tiana sudah mengarahkan anaknya untuk bertauhid kepada Allah. Tapi jawaban Ibu Tiana terlihat dalam dialog dibawah ini.

“Tapi bagaimana bisa ada jalan, kalau tetap dalam kondisi sekarang, bagaimana mampu membayar bunga dan cicilan? Kita Over Investment! Tanah lima hektar, bangunan pabrik 10000 m persegi, sedangkan mesin weaving hanya 50 unit, hasil produksi hanya 250.000 m/bulan. Hutang bunga per bulan 135 juta dan hutang pokok 5 milyar. Untuk bisa bayar bunga dan utang pokok harga kain mau dijual berapa? SAMPAI KAPAN PUN KITA TIDAK AKAN MAMPU MEMBAYAR UTANG. Tiana sudah membuat bisnis plan dan meminta direstructure pinjaman kita, dan tambahan modal, tapi Bank Menolak”.

Kata-kata yang dicetak tebal, membuktikan bahwa Ibu Tiana sudah putus asa. Orang-orang putus asa adalah mereka yang sudah tidak punya lagi harapan, akibat tidak berharap kepada Tuhan. Maka dari itu, kata-kata ibu Tiana secara tidak sadar telah mengabaikan atau MENIADAKAN keberadaan Tuhan sebagai YANG MAHA KUASA. Ibu Tiana telah meniadakan Tuhan, yang bisa mengubah keadaan sulit menjadi mudah. Maaf sekali, jika kita perhatikan kata-kata Ibu Tiana, sudah masuk pada kategori orang-orang yang tidak percaya Tuhan (kafir).

Kita lihat, orang tua Ibu Tiana masih mencoba mengarahkan ketauhidan anaknya. Kita perhatikan dialog lanjutan dari orang tua ibu Tiana di bawah ini;

“kamu pikir, bisnis hanya hitung-hitungan angka saja? ADA FAKTOR LAIN, DAN MEMOHONLAH KEPADA ALLAH PASTI ADA JALAN!”.

Berikutnya, inilah tindakan Ibu Tiana terhadap nasehat orang tuanya. Tindakan yang menyakit orang tua sekaligus pengingkaran terhadap Tuhan.

“AKU TIDAK PEDULIKAN BAPAKKU. Aku tetap keluar dan pergi ke Jakarta mencari kerja, menjadi orang gajian. Sejak itu, jika aku pulang ke rumah bertahun-tahun Bapakku selalu menghindar untuk bertemu dan berbicara dengan ku, jiwanya terluka, sekarang aku bersimpuh dipangkuannya untuk memohon doa restu”. 

Inilah kategori dosa besar berlapis-lapis yang dilakukan ibu Tiana. Ini penyebab menempelnya segala keburukan dalam jiwa ibu Tiana. Gunung saja hancur luluh berantakan karena takut kepada Tuhan, namun manusia yang hakikatnya bodoh dengan enteng mengabaikannya. Inilah penyebab penderitaan Ibu Tiana, ber tahun-tahun jiwanya sakit dan sulit disembuhkan.

Itulah penyebab penyakit tak terdekteksi yang dialami ibu Tiana, yaitu dosa besar akibat tidak berbakti kepada ibu bapak, plus kafir kepada Tuhan. Mari kita Ikuti segala petunjuk dari Tuhan dan perhatikan, siapa yang mengikutinya akan hidup sejahtera di dunia dan akhirat. Sesungguhnya, Tuhanlah yang maha tahu, dan manusia tidak tahu.Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato @logika_Tuhan)

Saturday, March 19, 2016

STANDAR PRILAKU DARI TUHAN

oleh: Muhammad Plato

Anda masih ingat tentang cerita Malinkundang, anak durhaka kepada orang tuanya? Cerita ini sudah pasti banyak dikenal di masyarakat Indonesia, karena jadi cerita turun-turun. Sayang kalau ada yang menganggap cerita Malinkundang hanya dongeng, sebab cerita ini merupakan bentuk lain dari cara masyarakat mengajarkan standar berprilaku kepada setiap generasi. Cerita Malinkundang bukan hanya mengandung pesan moral tetapi pesan Tuhan yang dikemas dalam bentuk cerita rakyat.

Pesan moral cerita Malinkundang adalah anjuran kepada para generasi muda untuk selalu dapat menghormati kedudukan orang tua, dalam segala kondisi. Akhir cerita Malinkundang jadi batu adalah penegasan bahwa berbuat durhaka kepada orang tua adalah perbuatan mutlak dilarang. Batu dalam cerita Malikundang merupakan tanda bahwa berbuat durhaka kepada orang tua adalah hal yang mutlak bahwa para generasi muda dari masa ke masa tidak boleh berbuat durhaka kepada orang tuanya.

Kemutlakan itu dijelaskan dalam firman Tuhan. Inilah keterangan yang menjelaskan bahwa cerita Malinkundang mengandung pesan Tuhan.  “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaan mu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al Israa:23).

Sedikitnya, Saya menemukan dua fakta bahwa mereka yang punya masa lalu tidak harmonis dengan orang tua kandungnya, akan mengalami masalah yang sulit dipahami oleh akal. Dua fakta yang akan saya ungkap di bawah ini sangat menarik untuk kita dijadikan bukti bahwa prilaku hidup di dunia memiliki standar baku yang tidak boleh dilanggar.

Fakta pertama adalah ada seorang perempuan yang mengalami gangguan kesehatan sampai delapan tahun. Perempuan tersebut mengalami halusinasi, sering tidak sadar diri, tidak bisa tidur, kadang ada rasa sakit yang tidak tertahankan, dan tidak teridentifikasi oleh medis. Penyakit ini dideritanya sampai sepuluh tahun.

Kisah ini saya dapatkan dari Buku berjudul “Korban Santet Kisah Nyata”, karya Tiana Amarilis Kasih (2010). Buku ini mengisahkan pengalaman, bagaimana Dia berusaha untuk sembuh dari penyakit yang menurut beliau akibat Santet. Dia obati penyakit dengan berbagai cara medis atau pun non medis.

Setelah saya kaji dari awal cerita, perempuan itu tidak pernah mengaitkan antara penyakit yang diderita dengan dosa yang pernah dia lakukan kepada orang tuanya. Inilah penggalan dialog kisah memilukan yang dialami orang tua akibat prilaku anak. 
“Apa (panggilan untuk ayah di suku Sunda) maaf. Tiana sudah tidak tahan lagi. Tiana mengundurkan diri”. Bapakku terlihat sedih, dengan suara lirih”.

“kamu harus bertahan. Jangan mengundurkan diri. Siapa yang akan membuat laporan keuangan ke Bank? Tiana. Apa pergi dari kampung ke Bandung karena dikejar gerombolan DI/TII. Di Bandung tidak ada seorangpun yang Apa kenal, tekad Apa hanya ingin menyelematkan keluarga. Kamu pikir semua ini tercipta seketika? Apa membangunnya sedikit demi sedikit. Cobaan selalu ada, tetapi apa selalu bertahan, bekerja dan berdoalah Allah akan memberi jalan”.

“Tapi bagaimana bisa ada jalan, kalau tetap dalam kondisi sekarang, bagaimana mampu membayar bunga dan cicilan? Kita Over Investment! Tanah lima hektar, bangunan pabrik 10000 m persegi, sedangkan mesin weaving hanya 50 unit, hasil produksi hanya 250.000 m/bulan. Hutang bunga per bulan 135 juta dan hutang pokok 5 milyar. Untuk bisa bayar bunga dan utang pokok harga kain mau dijual berapa? Sampai kapan pun kita tidak akan mampu membayar utang. Tiana sudah membuat bisnis plan dan meminta direstructure pinjaman kita, dan tambahan modal, tapi Bank Menolak”.

“kamu pikir, bisnis hanya hitung-hitungan angka saja? ada faktor lain, dan memohonlah kepada Allah pasti ada jalan!”.

“Aku tidak pedulikan Bapakku. Aku tetap keluar dan pergi ke Jakarta mencari kerja, menjadi orang gajian. Sejak itu, jika aku pulang ke rumah bertahun-tahun Bapakku selalu menghindar untuk bertemu dan berbicara dengan ku, jiwanya terluka, sekarang aku bersimpuh dipangkuannya untuk memohon doa restu”. 

Dengan membaca potongan dialog di atas, Anda mungkin bisa merasakan bagaimana hancur dan remuknya hati seorang Bapak diperlakukan seperti itu oleh anak kandungnya sendiri. Inilah dosa besar yang dilakukan oleh seorang anak kepada Bapaknya.

Maka dari itu, jika kita baca atas nama Tuhan, penyakit (santet) yang diderita oleh perempuan itu mengandung makna sebagai berikut:
  1. Balasan atas dosa yang pernah dilakukan kepada Bapaknya. 
  2. Balasan tersebut, sekaligus penggugur dosa perempuan tersebut.
  3. Ujian bagi perempuan tersebut berkaitan dengan keyakinan (ketauhidan) pada Tuhan. Sebab pada dialog, ada tersirat bahwa perempuan tersebut menyepelekan Allah swt sebagai maha kuasa. 
  4. Mengajarkan kepada perempuan tersebut bahwa berbuat baik pada ibu bapak adalah standar hidup manusia yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Kasus kedua tidak kalah menarik. Ketika saya mengajar mata kuliah kewarganegaraan, saya selalu mengaitkan ilmu dengan nilai-nilai ajaran agama. Ketika cerita tentang kisah perempuan yang bisa menikah karena bersedekah ke anak yatim, diakhir perkuliahan ada mahasiswi muda belia menghampiri. Lalu dia berkisah tentang elegi hidupnya. Berikut adalah kisahnya;

“Usia saya 26 tahun, penghasilan saya 40 juta per bulan. Saya punya kendala dalam hidup saya, yaitu sudah lima kali dilamar selalu berakhir dengan kegagalan. Sekarang saya menunggu seseorang, tetapi tidak pernah ada komunikasi, bahkan orang itu sengaja menutup komunikasi dengan saya. Tapi ketika saya bertanya ke orang pintar, lalu saya dikasih wirid dan disuruh menunggu orang itu. Sekarang saya bingung harus menunggu tapi tanpa komunikasi. Saya tinggal di apartemen, tinggal sendiri, perasaan saya seperti ditinggalkan semua orang, selalu kesepian kadang menangis tanpa sebab. Dan saya tidak bisa tinggal sendirian di rumah”.

“Ibu Bapak saya cerai, dan saya menjadi tulang punggung untuk Ibu dan adik-adik saya. Sekarang usaha saya sudah lancar, dan keuangan tidak ada masalah. Namun saya sudah tidak dianggap anak oleh Bapak saya. Entah kenapa, perasaan saya, saya tidak punya salah”. 

“Sebagai muslim, saya melaksanakan shalat lima waktu, dan tahajud. Bisnis saya bisa berkembang karena ketika merintis bisnis saya sering tahajud. Sekarang setiap bulan, saya selalu keluarkan dana minimal 5 jutaan untuk yatim dan bantu orang-orang kekurangan.”

Kalau kita cermati, kasus pertama dan kedua, sama. Masalahnya adalah mereka tidak menyadari bahwa mereka berdua telah berbuat sesuatu yang sangat prinsip dan sangat dilarang oleh Tuhan, karena hal itu merupakan standar operasional prilaku manusia di dunia, jika ingin hidup sejahtera di dunia dan akhirat.

Solusinya, penyakit yang kita derita bersumber dari dosa. Sebelum kita berupaya mengobati dengan berbagai macam cara yang kasat mata, baiknya lakukan dulu pertobatan. Bagi muslim, lakukan shalat tobat, akui bahwa apa yang pernah dilakukan adalah dosa, apalagi jika dosa terhadap orang tua. Jika berdosa kepada orang tua, datangi orang tua kita, bersujud meminta ampun kepada orang tua, sampai orang tua benar-benar mengampuninya.

Setelah itu lakukan percepatan pembersihan dosa, dengan perbanyak shalat tahajud, dan dhuha. Untuk mempercepat pembersihan dosa, keluarkan sedekah jalam jumlah besar, ikuti urutan distribusinya sesuai dengan anjuran di dalam Al-Qur’an

Dengan izin Allah segala keburukan akan terputus. Inilah janji Allah swt dalam kitab suci Al-Qur’an. “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.  Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. (Al Kautsar: 1-3)

Silahkan buktikan, berdasarkan surah Al-Kautsar pemutus keburukan itu adalah shalat dan berkorban. Dari kasus yang dialami dua orang perempuan di atas, mereka rata-rata belum memahaminya. Shalat mungkin sudah dilakukan, tetapi selama pikirannya belum memahami, menyadari ada dosa besar yang pernah dilakukan, kemungkinan besar shalatnya menjadi tidak bermakna.

Kesahalan mereka dalam menyelesaikan masalah, tidak menyelesaikan akar masalah. Itulah penyebab kenapa masalah mereka tidak pernah selesai-selesai. Wallahu ‘alam.

Saturday, March 5, 2016

MENGAPA EMPAT TAHUN HARUS HIJRAH



Diminta atau tidak, setiap kejadian penyebabnya adalah takdir Tuhan. Itulah jawaban arif dan bijaksana ketika murid-murid bertanya kenapa harus hijrah (pindah)? Jawaban ini akan menghindarkan yang ditanya dan penanya dari fitnah akibat munculnya spekulasi pikiran negatif. Namun karena sifat manusia termasuk rational animal, jawaban itu tidak lantas membuat penanya puas, sekalipun pada hakikatnya jawaban di atas benar.

Baiklah agar anggapan kita tidak negatif dan terhindar dari fitnah, Saya akan menjelaskan alasan rasional mengapa memutuskan pindah di tahun ke empat masa kepemimpinan. Dasar saya dalam mengambil keputusan bersumber dari dua sumber kebenaran yaitu agama (hadis), fakta, dan logika. Seperti yang sudah kita diskusikan di kelas, bahwa untuk mengemukakan kebenaran minimalnya kita harus berpegang pada empat ukuran kebenaran yaitu, agama (wahyu/hadis), kenyataan, logika, dan persamaan pendapat (kutipan, pendapat ahli).

Keputusan saya hijrah rahasianya terletak pada angka Empat. Rahasia angka empat akan saya ungkap dari penjelasan Ibnu Khaldun pengarang buku monumental berjudul Mukaddimah. Ibnu Khaldun mengungkap rahasia angka empat dari ayat berikut:

“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun.. ". (Al Qaf:15)

Menurut Ibnu Khaldun, makna empat puluh tahun tersebut adalah punahnya empat generasi yang hidup dan lahirnya generasi baru. Beliau menyimpulkan bahwa usia empat puluh tahun merupakan usia suatu generasi dan sama dengan usia satu orang.



Dari ayat ini Ibnu Khaldun berkeyakinan bahwa sebuah pemerintahan akan bertahan tidak akan lebih dari tiga generasi. Alasannya generasi pertama masih memiliki idealisme, generasi kedua mulai menikmati kekayaan dan muncul sikap malas-malasan, generasi ketiga mulai kehilangan kebanggaan, terlena karena terlalu larut dengan kesenangan hidup, dan menjadi beban. Pada akhirnya kehancuran akan terjadi pada generasi keempat.

Hukum empat generasi yang dikemukakan Ibnu Khaldun, dikuatkan oleh hadis; “Sesungguhnya orang mulia, putra orang mulia, putra orang mulia, putra orang mulia, putra orang mulia adalah Yusuf bin Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. (Hr. Al Bukhari).

Menurut Ibnu Khaldun, hadis ini memberi hikmah bahwa empat generasi merupakan puncak kebesaran. Dalam Taurat disebutkan, “Allah Tuhan mu adalah Dzat yang mengawasi, dan mencemburui. Dia akan meminta pertanggung jawaban dosa-dosa orang tua kepada anaknya selama tiga hingga empat generasi”.

Dari Hukum Empat Generasi yang dikemukakan Ibnu Khaldun, saya mengambil hikmah bahwa kepemimpinan efektif hanya akan bertahan selama tiga tahun, dan mengalami kejenuhan di tahun ke empat. Dari hasil analisa saya, pada tahun ke empat, kepemimpinan mengalami penurunan daya kreasi, akibat  jenuh menghadapi tantangan yang relatif tidak mengalami perubahan.

Menurut Rhenal Kasali, perjalanan hidup berlaku siklus seperti kurva s terbalik, ada gunung dan lembah, demikian juga fenomena kepemimpinan. Keputusan yang tepat untuk melakukan perubahan harus dilakukan pada saat kepemimpinan ada di puncak. Sebagaimana dijelaskan, puncak kepemimpinan maksimalnya terjadi pada tahun ke empat. Maka dari itu untuk menyelamatkan kepemimpinan pada tahun keempat mau tidak mau harus segera melakukan perubahan mumpung masih ada di puncak.

Keuntungan melakukan perubahan saat dipuncak, dapat memperkecil dampak krisis yang diakibatkan oleh perubahan. Setiap perubahan akan membuat posisi kepemimpinan kembali ke lembah, namun lembah yang tidak dalam. Kondisinya akan berbeda jika perubahan dilakukan saat posisi sudah di bawah, maka posisi lembah kepemimpinan akan semakin dalam dan bisa tenggelam dalam kehinaan.

Fakta, orang-orang Cina memiliki kepercayaan, untuk menjaga kerajaan bisnisnya tetap jaya, maka pada generasi keempat mau tidak mau, mereka akan melakukan perubahan. Alternatif perubahan yang bisa dilakukan adalah reorganisasi struktur birokrasi, meningkatkan target pencapaian atau pindah (hijrah). Pindah ini bisa diartikan pindah tempat, atau ganti haluan bisnis.

Salah satunya tindakan ini dilakukan oleh perusahan rokok H.M. Sampoerna. Pada pemilik perusahaan generasi keempat, perusahaan ini menjual seluruh aset perusahaan rokoknya ke Philip Moris, padahal produksi rokok saat itu sedang mengalami puncak kejayaan. Tetapi dengan kepercayaan yang mereka miliki, mereka memutuskan untuk beralih bisnis ke bidang konstruksi dan ritel. Sungguh sebuah keputusan yang berani namun hasilnya mereka tetap jaya, dimulai pada generasi ke satu dalam bisnisnya yang baru.

Maka berdasarkan hukum empat generasi ini, di masa kepemimpinan empat tahun, saya memutuskan untuk melakukan perubahan dengan melakukan hijrah, pindah tempat untuk mencari tantangan baru, dan membuat lembah baru dengan tujuan menyelematkan kepemimpinan di tempat asal dari ketergantungan, kejenuhan, dan konflik internal.

Keputusan ini diambil atas dasar pertimbangan pribadi berdasarkan pengetahuan dalil, teori, dan hukum yang saya ketahui, namun karena didasari oleh dalil, teori, dan hukum yang berlaku, maka sesungguhnya keputusan ini untuk kepentingan orang banyak. Jika saya egois, saya akan bertahan dan tidak peduli terhadap kondisi yang sudah tidak kondusif dan mulai muncul bibit-bibit konflik negatif.  

Dan keputusan ini sudah jadi takdir Tuhan. Setiap takdir Tuhan harus dibaca atas nama Tuhan. Takdir Tuhan selalu bertujuan untuk keharmonisan, dan kesejahteraan manusia agar tetap berada pada posisi puncak kejayaan.  Demikian semoga menjadi hikmah bagi kita semua. Wallahu ‘alam. 
    
(Muhammad Plato Follow @logika_Tuhan)

Wednesday, March 2, 2016

ADAM BUKAN MANUSIA PERTAMA

Oleh: Muhammad Plato

Untuk murid-murid yang masih penasaran dengan pertanyaan dikelas, apakah Adam manusia pertama? Berikut saya jelaskan beberapa pendapat yang di tulis oleh beberapa ulama.

Pendapat pertama dari Agus Mustofa penulis buku seri ke-14 Tasawuf Modern. Beliau berpendapat ternyata Adam dilahirkan. Kesimpulan ini dia gunakan dengan melakukan persamaan kejadian antara penciptaan Nabi Isa dengan Adam.

“Sesungguhnya masalah (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “jadilah” maka jadilah dia. (Q.S. Ali Imran (3): 59).

Selain menyamakan peciptaan Nabi Isa dengan Adam, kata kunci yang menguatkan bahwa Adam dilahirkan adalah kata Kun, yang diartikan sebagai proses kejadian. Manusia diciptakan Tuhan dari tanah (turab), berproses jadi sperma, segumpal darah, segumpal daging, bayi, dewasa dan wafat. Itulah Kun (proses) penciptaan manusia.

Dengan keterangan ini disimpulkan bahwa Adam sebagai manusia harus mengalami proses penciptaan seperti yang dijelaskan dalam AL-Qur’an. Maka dari itu disimpulkan Adam lahir dari seorang ibu, seperti Nabi Isa.

Jika Adam dilahirkan dari seorang Ibu, maka sudah jelas Adam bukan manusia pertama.  Inilah alasan pertama mengapa Adam bukan manusia pertama.

Pendapat kedua dari Yusef Rafiqi (2013), berpendapat bahwa Adam manusia pertama diambil dari Kitab Perjanjian Lama yang menyebutkan bahwa Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Allah.

Kata Adam berasal dari Adamah yang berarti kerak atau kulit bumi.  Dalam bahasa Arab Adamah al Ardh berarti muka bumi. Yang menarik dari kata Adam bisa berarti al-sumrah atau warna kulit sawo matang.


Menurut Yusef Rafiqi Adam bukan manusia pertama. Beliau berpegang pada keterangan dalam Al-Qur’an surat Al  Baqarah:30. “Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Menurut Yusef Rafiqi ayat ini tidak menunjukkan tentang penciptaan Adam sebagai manusia pertama tetapi sebagai khalifah. Istilah Khalifah dan manusia pertama berbeda. Untuk itu Beliau lebih mengartikan bahwa Adam adalah manusia yang bertranformasi dari manusia biasa yang selanjutnya menjadi khalifah. Dan Adam adalah pewaris khalifah dari khalifah sebelumnya.

Jika khalifah diartikan sebagai pemimpin dalam sebuah umat, maka dengan demikian Adam bukan manusia pertama tapi manusia yang diciptakan menjadi pemimpin dari manusia-manusia yang pernah ada.

Menarik untuk diperhatikan bahwa ada asumsi bahwa  Iblis atau Jin adalah Khalifah sebelum Adam. Sebagaimana pendapat Qatadah, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas yang menduga bahwa khalifah tersebut adalah khalifah dari golongan jin yang berbuat kerusakan. Asumsi ini bersumber pada keterangan al-Qur’an.

Dan sesungguhnya Kami telah meciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (Al Hijr: 26-27).

Namun demikian, Yusef Rafiqi cenderung pada pendapat yang mengatakan ada banyak manusia-manusia lain sebelum Adam yang bertugas sebagai pemimpin populasi manusia, namun dia hanya manusia biasa yang tidak mendayagunakan ruh, akal dan pikirannya. Akibatnya komunitas manusia ini gemar berperang dan menumpahkan darah. Jadi Adam adalah manusia unggul yang lahir dari takdir Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi.

Secara ilmiah pendapat yang menguatkan bahwa Adam dilahirkan adalah kesimpulan dari para peneliti mtDNA (mitokondria DNA). Diperoleh kesimpulan bahwa semua garis keturunan pada segenap manusia yang ada sekarang bisa dirunut secara geneologi pada seorang nenek moyang perempuan yang hidup sekitar 200.000 tahun yang lalu.

Maka sangat tidak mungkin Adam tidak dilahirkan. Penegasan argumentasinya bersumber pada penciptaan manusia dari tanah (Turab). Sebagai manusia, Adam harus diciptakan Tuhan dari Turab. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa penciptaan manusia dari Turab, berubah menjadi setetes mani, segumpal darah, segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan tidak sempurna, selanjutnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi dilahirkan dari seorang perempuan. Maka dari itu Adam bukan manusia pertama karena sebelumnya harus ada perempuan yang melahirkannya. Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, @logika_Tuhan)